Minggu, 14 Februari 2010

Jangan sampai terlambat …

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa[*] semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [1]

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. [2]

Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah mempunyai karunia yang besar. [3]

[*] Dalam hubungan ini Lihat surat An Nisa ayat 48.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. [4]

Bertakwalah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada, iringilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya dan pergaulilah semua manusia dengan budi pekerti yang baik. [5]

Sedih atas lenyapnya ketaatan dengan tidak diiringi oleh kebangkitan untuk melaksanakannya, adalah sebagian dari tanda keterpedayaan. [6]

Raja’ (harapan) adalah sesuatu yang disertai amal, kalau tidak, maka hal itu tidak lebih hanya lamunan belaka [7]

Ingat!Barang siapa yang kehendaknya tidak membangkitkan ketaatan dan membuatnya tetap berkubang di bumi syahwat, maka obatnya dua hal. Pertama, hendaknya ia menginsyafi karunia yang diberikan Allah kepadanya, dengan membimbingnya menuju Islam, mencintai keimanan, lalu ia pun bersyukur kepada Allah atas hal tersebut, untuk menjaga kelanggengan karunia itu pada dirinya. Kedua, hendaknya ia selalu merendahkan diri dan berdo’a dengan penuh keyakinan akan dikabulkan, dengan memanjatkan: “Wahai Rabb-ku, selamatkanlah aku, selamatkanlah aku.” Jika kedua obat penawar ini dilalaikan, maka kecelakaan akan menimpanya. [8]

Na’am, bahwa iman itu adakalanya naik dan adakalanya turun. Kondisi kita di zaman fitnah ini boleh jadi terjerembab dalam jurang kehinaan. Bisa jadi banyak amal ketaatan yang kita abaikan, bisa jadi banyak kelalaian yang kita perbuat, dan bisa jadi kita terpedaya dan terjerumus dalam dosa-kemaksiatan, baik kecil, maupun yang besar, baik dalam frekuensi yang jarang atau malahan frekuensi yang tergolong sering, wal’iyadzu billah.

Berdo’alah, terhindar dari dosa syirik. Karena kesyirikan merupakan dosa besar yang paling besar. Dan pelakunya yang tiada bertaubat hingga maut menjemput, telah dijanjikanNya neraka jahannam.

Berupayalah untuk kembali, kejalan dimana pada akhir perjalanan tersebut, Allah membukakan pintu rahmahNya, pintu ampunanNya, pintu jannahNya selebar-lebarnya bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya.

Jangan sampai terlewat waktu yang terlampau lama, hingga pada akhirnya kesempatan kembali menjadi tertutup, terhijab. Bukan Allah yang menutup pintu tersebut, akan tetapi bisa jadi terhijabnya kita karena hati terlanjur mengeras, atau mati, atau bashirah telah menjadi buta, hingga cahaya hidayah tiada lagi terlihat. Dan yang ada hanya kegelapan, setan telah meliputi kehidupannya, na’udzubillah.

Cobalah, menanam ketaqwaan, dimulai dengan kesadaran secara sportif, mengakui kesalahan dan memohon ampunanNya. Dan bergegaslah, menghapus kesalahan dengan mulai memperbanyak kebaikan. Semoga Allah mengganti waktu yang berlalu dengan bergelimpangan maksiat, dengan masa depan yang bermuara pada kenikmatan yang disediakanNya di jannah.

Kesedihan atas masa lalu yang kelam, harus diikuti dengan kebangkitan, bersemangatnya diri dengan ketaatan dan usaha menjauhi maksiat, dosa dan dunia syahwat yang bertentangan dengan syariat. Bukankah harapanmu untuk mendapat rahmahNya, ampunanNya, ridhoNya, jannahNya perlu diikuti amal yang relevan?

Cobalah juga, merenungi, betapa banyak nikmatNya, betapa pula terlampau mudah di zaman ini untuk menyongsong hidayah. Media informasi sangat cukup memadai menjawab segala ketidaktahuan kita tentang agama mulia ini. Yang memperlakukan manusia sesuai fitrahnya. Apa lagi alas an bagimu jika kelak ditanya mengapa tiada segera menapaki jalan ke surga? Jika saat ini semua informasi ada didepanmu, di media cetak, media elektronik, internet? Dan cobalah mensyukuri segenap nikmatNya, segenap kemudahan menjangkau hidayahNya, yang juga berarti betapa Allah menyayangimu, menghendakimu menempuh jalan menujuNya, menuju rahmahNya, menuju ridhoNya menuju jannahNya. Dan bersyukurlah dengan mulai mentaatiNya, mulailah menjauhi dosa maksiat kepadaNya.

Dan berdo’alah, sebagaiman Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzali mengajarkan. “Wahai Rabb-ku, selamatkanlah aku, selamatkanlah aku.”

Cikarang (antara karawang dan bekasi) 1 Rabi’ul Awwal 1431

Kebenaran datang dari Allah, (Ya Rabbanaa, Subhanaaka Laa ‘ilma Lana illa Maa ‘Allamtanaa), Allahu A’alam.

[1] Az Zumar [39] : 53

[2] Al Hadid [57] : 16

[3] Al Hadid [57] : 21

[4] An Nisa [4] : 48

[5] HR Tirmidzi. Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Mu’adz bin Jabal ra.

[6] Al Hikam Ibnu ‘Atho’illah

[7] Al Hikam Ibnu ‘Atho’illah

[8] Dalam kitab Mudzakirat fi manazilis Shiddiqien wa Rabbaniyyin, Sa’id Hawa menukil komentar Ibnu ‘Ajibah berkenaan hikmah “Sedih atas lenyapnya ketaatan dengan tidak diiringi oleh kebangkitan untuk melaksanakannya, adalah sebagian dari tanda keterpedayaan “ dengan mengemukakan pendapat Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzali terkait dua obat penawar ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar