Jumat, 05 Februari 2010

Mushibah


Kita sebenarnya rapuh. Jika kita sungguh-sungguh secara jujur menyadari hal ini. Pengecualian bagi siapa saja yang tiada percaya adanya Tuhan, dan hanya menyembah thaghut/berhala. Kerapuhan kita terlihat saat mushibah melanda. Mushibah secara harfiah diartikan sebagai sesuatu yang mengenai. Mushibah bisa jadi berupa kebaikan atau kebahagiaan dan juga bisa berarti kejelekan atau kesengsaraan.
Betapa banyak kebahagiaan yang mengundang rasa syukur tiada terkira dari jiwa yang diterangi keimanan, dan betapa banyak pula kebahagiaan yang membuat manusia lupa bahwa ia sedang berjalan menuju jurang kebinasaan. Di sisi lain, bencana terkadang membuat manusia kembali mengingat kebesaranNya, kuasaNya dan bencana juga terkadang tidak diambil sebagai pelajaran, sarana introspeksi yang kemudian berujung dengan matinya hati hingga manusia yang merugi tetap saja tidak kembali kepada jalanNya.

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh.
(kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira[1459] terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Alloh tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (Al-Hadiid :22-23)

Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Bahwa Rasulullah SAW bersabda “Alloh telah menetakan “maqaadir”(taqdir-ketetapan) semua makhluq, lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya lagit dan bumi... (HR Muslim [2653])

Namun, ketahuilah bahwa setiap kebaikan dan bencana yang merupakan mushibah yang menimpa kita telah tercatat di Lauh Mahfuzh. ”... Hal yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh.”(Al-Hadiid:22) meskipun Akal kita tiada mampu menjangkaunya. Dan mushibah ini diperuntukkan agar kita tiada terlalu berduka cita dan tiada pula terlalu tenggelam dalam kebahagiaan. Alloh Maha Mengetahui, Alloh Maha Pemurah, lalu apalagi yang perlu kita risaukan jika langkah kaki ini sudah tepat menapaki jalanNya? Dan apatah lagi yang perlu dirisaukan jika ia telah memilih bagi kita mushibah agar kita kembali ingat kepadaNya saat kita mulai lalai? Dan mengapa kita tiada berbahagia jika ia mengingatkan kita untuk tiada berlaku sombong? Bukankah janjiNya kepada orang yang menyombongkan diri adalah akan dimasukkan kedalam nerakaNya? Dan menjadi alasan yang tepat untuk berbahagia jika ia menyiapkan kebahagian-kebahagiaan untuk kita syukuri agar Alloh bisa melipatgandakan nikmatNya sembari mengurangi kesedihan kita. Allohumma lakal-hamdu wa lakasy-syukru...

Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Alloh) dengan sabar dan shalat., Sesungguh1nya Alloh beserta orang-orang yang sabar.(Al-Baqarah:153)

Senantiasa kita perlukan pertolonganNya, karena kerapuhan kita menghalangi kita ’tuk tersadar mengenai hakikat rahmatNya yang luas dan hakikat pedih siksaNya yang coba dijauhkanNya dari kita dengan segala rahmatNyadalam bentuk mushibah yang menimpa kita. Mintalah pertolonganNya dengan kesabaran dan shalat. Dan sadarilah kedudukan kita, kita semua adalah milik Alloh dan kita, semua urusan kita berpaling hanya kepada pemiliknya.

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[Sesungguhnya Kami adalah milik Alloh dan kepada-Nya-lah Kami kembali- kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa].(Al-Baqarah:155-156)

2 komentar:

  1. Kata Ibn 'Athaillah:

    Hendaknya terasa ringan ujian yang menimpamu, karena engkau mengetahui bahwa Dialah -Yang Maha Suci- yang mengujimu. Dan Dia yang menimpakan kamu taqdir-Nya adalah Dia yang biasa memberikan kepadamu pilihan terbaik-Nya.

    Nice posting akhi..

    BalasHapus
  2. Syukron tambahannya...
    Semoga setiap mushibah menjadikan keimanan semakin teguh, menjadikan kelalaian terhapus dan berganti dengan semakin rindunya kita dengan hari perjumpaan denganNya itu, dan semakin jauh kita dari kehinaan ma'shiat.

    BalasHapus